Rabu, Mei 20, 2009

IMPLEMENTASI DIPLOMASI

Sukses dalam diplomasi dipengaruhi oleh keterampilan para diplomat untuk mengetahui lingkungan wilayah kerjanya seperti, sifat, martabat, cita-cita dan perjuangan rakyat negara-negara dimana ia ditugaskan, situasi politik, ekonomi, sosial-budaya, dan keamanan negara itu serta struktur, kekuatan dan kelemahan dari pemerintah setempat. Selanjutnya, seorang diplomat perlu mengetahui faktor-faktor penghambat dan penunjang dalam hubungan antar negaranya dan negara setempat dan seterusnya menemukan titik-titik persamaan atau perbedaan antara dua negara.



Diplomasi akan berhasil baik, apabila pelaksanaan-pelaksanaan dijiwai oleh mental patriotisme yang kuat, loyalitas yang besar terhadap Pemerintah, Bangsa dan Negara dan kesadaran serta keyakinan yang mendalam tentang kebenaran politik Pemerintahnya. Diplomasi ialah jalan atau sarana untuk mencapai maksud dan tuuan yang kita inginkan dan pada hakikatnya diplomasi berusaha menyakinkan pihak lain.


Beberapa contoh kasus-kasus diplomasi antar Negara :
Setelah putusnya hubungan Uni Indonesia Belanda ditahun 1952, maka Indonesia berusaha mencapai pengembalian Provinsi Irian ke dalam Republik Indonesia. Sepuluh tahun lamanya Indonesia menjalankan diplomasi baik secara bilateral, maupun secara multilateral di dalam badan-badan internasional, tetapi Belanda tetap bersikeras kepala. Setelah usaha yang dilakukan dengan penuh kesabaran, dan ketekunan ini tidak membawa hasil, maka tidak ada jalan lain kecuali menggunakan operasi militer. Penengahan pihak ketiga berhasil menyelesaikan pertikaian bersenjata dan akhirnya kembali melalui proses diplomasi, Irian masuk kedalam kekuasaan Republik Indonesia.



Dimasa perang mempertahankan kemerdekaan, perundingan antara Indonesia dengan Belanda tidak dapat berjalan untuk menyelesaikan masalah kedaulatan atas tanah air kita. Belanda menganggap Indonesia masih sebagai jajahannya dan kita bertetapan hati bahwa kita sudah merdeka dengan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Belanda hanya mau memperlakukan Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan de-facto, disamping adanya organisasi lain yang dinamakan Bijzonder Federal Overlag (BFO) yaitu Federal dari Negara-negara Bagian di Indonesia yang didirikan oleh Belanda.



Dengan perantara yang disebut Komisi Tiga Negara, yang terdiri dari Wakil-wakil Amerika Serikat (mewakili kepentingan Indonesia) dan Belgia (mewakili kepentingan Belanda) pertikaian antara Indonesia dan Belanda ditengahi, yang menyebabkan terlaksananya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag pada 1949. KMB berakhir pada 27 Desember 1949 dengan tercapainya pengakuan Belanda terhadap kedaulatan Indonesia, tetapi dengan syarat-syarat bahwa Negara Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS).


Putusan lain ialah bahwa antara RIS dan Kerajaan Belanda dibentuk suatu Uni, semacam persekutuan antara dua Negara dengan derajat yang sama, yang diketuai waktu itu oleh Ratu Belanda dan putusan satunya lagi ialah bahwa pengembalian Irian Barat kepada Indonesia ditangguhkan untuk 2 tahun. RIS pada akhirnya dibubarkan karena kehendak rakyat Indonesia pada 17 Agustus 1950 dan menjadi Republik Indonesia kembali sebagai Negara kesatuan dengan konstitusi baru menggantikan konstitusi RIS.

PENGERTIAN DIPLOMASI

Diplomasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “diploun” yang berarti “melipat”. Menurut Nichoison, “Pada masa kekaisaran Romawi semua paspor, yang melewati jalan milik negara dan surat-surat jalan dicetak pada piringan logam dobel, dilipat, dan dijahit jadi satu dalam cara yang khas. Surat jalan logam ini disebut “diplomas”. Selanjutnya kata ini berkembang dan mencakup pula dokumen-dokumen resmi yang bukan logam, khususnya yang memberikan hak istimewa tertentu atau menyangkut perjanjian dengan suku bangsa asing di luar bangsa Romawi. Karena perjanjian-perjanjian ini semakin menumpuk, arsip kekaisaran menjadi beban dengan dokumen-dokumen kecil yang tak terhitung jumlahnya yang dilipat dan diberikan dalam cara khusus.

Oleh karena itu dirasa perlu untuk mempekerjakan seseorang yang terlatih untuk mengindeks, menguraikan, memeliharanya. Menurut Earnest Satow, Burke memakai kata “diplomasi” untuk menunjukkan keahlian atau keberhasilan dalam melakukan hubungan internasional dan perundingan di tahun 1796. Ia juga mengatakan “lembaga diplomatik” pada tahun yang sama. Contoh paling awal dari penggunaan kata “jasa diplomatik” yang menunjukkan cabang pelayanan Negara yang menyediakan personil-personil misi tetap di luar negeri dijumpai dalam Annual Register tahun 1737.


The Oxford English Dictionary memberi konotasi sebagai berikut, manajemen hubungan internasional melalui negosiasi; yang mana hubungan ini diselaraskan dan diatur oleh duta besar dan para wakil; bisnis atau seni para diplomat. Menurut The Hamber’s Twentieth Century Dictionary, diplomasi adalah seni berunding, khususnya tentang perjanjian diantara negara-negara; keahlian politik. Disini, yang pertama menekankan pada kegiatannya, sedangkan yang kedua meletakkan penekanan pada seni berundingnya.

Menurut Sir Earnest Satow, dalam bukunya Guide to Diplomatic Practice memberikan karakterisasi diplomasi yang bagus meskipun tidak jelas dan kurang akurat. Ia mengatakan diplomasi adalah “the application of intelligence and tact to conduct of official relation betweenthe government of independent states.” (penerapan kepandaian dan taktik pada pelaksanaan hubungna resmi antara pemerintah negara-negara berdaulat).


Harold Nicholson menganjurkan untuk menggunakan pengertian diplomasi dalam Kamus Inggris Oxford. Praktik diplomasi dapat dibentangkan sebagai “penyelenggaraan bisnis internasional para diplomat “ atau “seni yang diselenggarakan seorang diplomat”. Diplomasi dikatakan seni, karena ia adalah usaha untuk membuat orang lain menerima jalan pikiran kita.

Menurut KM Panikkar dalam bukunya The Principal and Practice of Diplomacy mengatakan diplomasi dalam hubungannya dengan politik internasional, adalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain. Menurut Svarlien telah mendefinisikan diplomasi sebagai seni dan ilmu perwakilan negara dan perundingan. Menurut Ivo D. Duchacek berpendapat diplomasi biasanya didefinisikan sebagai praktek pelaksanaan politik luar negeri suatu negara dengan cara negosiasi dengan negara lain.

Dari beberapa definisi tersebut, diplomasi ialah :
1. Unsur pokok diplomasi adalah negosiasi.
2. Negosiasi dilakukan untuk mengedepankan kepentingan negara.
3. Tindakan-tindakan diambil untuk menjaga dan memajukan kepentingan nasional sejauh mungkin bisa dilaksanakan dengan sarana damai.
4. Suatu teknik-teknik diplomasi yang sering dipakai untuk menyiapkan perang dan bukan untuk menghasilkan perdamaian.
5. Diplomasi dihubungkan erat dengan tujua politik luar negeri.
6. Diplomasi modern dihubungkan erat dengan system negara.
7. Diplomasi tak bisa dipisahkan dari perwakilan negara.


Jadi, diplomasi, yang sangat erat dihubungkan dengan hubungan antar negara adalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin dalam berhubungan dengan negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengijinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya.

IMPLEMENTASI LOBI

Lobi memiliki beberapa karakteristik yaitu bersifat informal dalam berbagai bentuk, pelakunya juga beragam, dapat melibatkan pihak ketiga sebagai perantara, tempat dan waktu fleksibel dengan pendekatan satu arah oleh pelobi. Ada beberapa cara untuk melakukan lobi baik yang legal maupun ilegal, secara terbuka maupun tertutup/rahasia, secara langsung ataupun tidak langsung.


Sebagai contoh: upaya penyuapan dapat dikategorikan sebagai lobi secara langsung, tertutup dan ilegal. Lobi semacam ini jelas melanggar hukum, namun karena bersifat tertutup/rahasia, agak sulit untuk membuktikannya (contoh: kasus-kasus lobi pemenangan tender dengan pendekatan gula-gula/wanita, seperti yang sering diberitakan diberbagai mass media).


Beberapa kasus pertentangan yang dimulai dari perbedaan kepentingan sampai pada pertentangan politik tingkat lokal, nasional dan internasional dapat diselesaikan melalui lobi atau negosiasi, baik secara kooperatif maupun kompetitif diantaranya adalah:

Kasus Pilkada Pada tahun 2000, sekitar bulan April di salah satu kabupaten di Pulau Sumatera melangsungkan pesta demokrasi, yaitu pemilihan Bupati/Wakil Bupati daerah setempat (belum pemilihan langsung).
Lobi-lobi dan negosiasi antara para calon dengan partai politik sebagai perahu tumpangan dan para anggota DPRD sebagai pemilik suara (one man and one vote) berlangsung dahsyat. Berbagai pendekatan dilakukan, mulai dari lobi-lobi ringan dengan memberikan bingkisan lebaran kepada para anggota Dewan, sampai dengan perundingan-perundingan yang berat, seperti: money politic yang bervariasi; one man two hundred; one man one car; pilih kuda atau kijang (di teror atau menerima hadiah mobil kijang).
Bentuk/model pendekatan manapun yang dipakai oleh para Tim Sukses dari masing-masing calon, semuanya kembali kepada kemampuan berkomunikasi yang komunikabilitas. Hanya saja teknik yang digunakan ada yang bersifat kooperatif dan ada pula yang kompetitif yaitu dengan menghalalkan segala cara, pokoknya menang (terpilih menjadi Bupati/Wakil Bupati). Pada akhirnya calon yang kurang efektif dalam lobi-melobi dan bernegosiasi akan tersingkir, walaupun oleh masyarakat calon yang menang bukanlah calon yang tepat dan tidak berbobot atau tidak pantas untuk memimpin daerah. Tetapi kalau sudah terpilih oleh anggota Dewan Yang Terhormat (sekarang pemilihan langsung) mau apa lagi, kalau yang terpilih berkualitas sampah, kepemimpinannya juga seperti sampah.

Kasus-kasus Pemberontakan Dalam Negeri Sepanjang sejarah telah beberapa kali terjadi pemberontakan yang bertujuan ingin melepaskan diri dari NKRI dan merdeka (mendirikan negara sendiri), seperti: RMS di Maluku; Permesta di Sulawesi Utara; PRRI di Sumatera Barat; GAM di Aceh, dan OPM di Papua. Selain itu ada pula pemberontakan yang bertujuan mengganti ideologi Pancasila (DI/TII dan G.30.S/PKI).
Namun mengapa perbedaan dan pertentangan yang melahirkan pemberontakan dapat terjadi, jawabannya boleh jadi karena kegagalan lobi dan negosiasi. Walaupun peristiwa pemberontakan tersebut berhasil ditumpas dengan senjata dalam arti penyelesaiannya menggunakan pendekatan menang-kalah (kompetitif).
Sebagai contoh, bahwa Gerakan Aceh Merdeka (GAM) setelah beberapa tahun dilakukan penumpasan dengan angkat senjata oleh TNI/Polri namun tidak tuntas, kemudian dilakukan lobi-lobi dan perundingan/negosiasi yang pada akhirnya menghasilkan persetujuan yang saling menguntungkan (menang-menang) melalui suatu pendekatan kooperatif.


Jadi, peran lobi sangat penting agar tidak terjadi konflik berkepanjangan.
Agar lobi berhasil, diperlukan pihak ketiga yang dapat dipercaya dan membantu untuk menyelesaikan konflik yang telah terjadi. Pihak ketiga ini akan masuk kesalah satu pihak dan mencoba melakukan pendekatan persuasif atau dengan cara kekeluargaan agar diperoleh informasi yang akurat mengenai masalah yang menjadi pertikaian. Pihak ketiga akan menawarkan solusi kreatif pada masing-masing pihak. Jika solusi kreatif diterima oleh satu pihak, maka pihak lain juga harus diberitahu agar dicapai kesesuaian solusi. Pihak ketiga bukan sebagai penengah, tetapi sebagai penghubung dari pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga bertugas untuk merumuskan permasalahan dan mencari solusi kreatif dalam rangka pemecahan masalah.

PENGERTIAN LOBI.....!!

Diluar negosiasi, ada aktivitas lain dari kedua belah pihak untuk saling mempengaruhi. Tujuan aktivitas ini adalah agar satu pihak terpengaruh dan mau menerima apa yang menjadi keinginan pihak lain. Aktivitas ini dikenal dengan istilah lobbying. Lobbying merupakan bagian dari proses negosiasi yang tidak terpisahkan. Karena, untuk mencapai hasil kesepakatan dalam negosiasi, me-lobby ini ternyata lebih efektif.

Secara umum, istilah lobi mempunyai dua pengertian, yaitu ruang tunggu di gedung atau umum, dan kelompok yang mencari muka untuk mempengaruhi anggota perlemen. Jadi, istilah lobbying secara umum ialah suatu kegiatan dari anggota parlemen untuk mempengaruhi pembuat undang-undang. Dengan kata lain, lobbying yang dilakukan adalah merupaka suatu langkah awal dalam proses menuju negosiasi.

Pengertian Lobi menurut kamus Webster, Lobby atau Lobbying berarti melakukan aktivitas yang bertujuan mempengaruhi pegawai umum dan khususnya anggota legislatif dalam pembuatan peraturan. Sedangkan Lobbyist ialah orang yang mencoba mempengaruhi pembuat undang-undang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melobi ialah melakukan pendekatan secara tidak resmi, sedangkan pelobian adalah bentuk partisipasi politik yang mencakup usaha individu atau kelompok untuk menghubungi para pejabat pemerintah atau pimpinan politik dengan tujuan mempengaruhi keputusan atau masalah yang dapat menguntungkan sejumlah orang. Dalam tulisan ini istilah lobby atau Lobbying di Indonesia-kan menjadi Lobi, sedangkan istilah lobbyist di Indonesia-kan menjadi Pelobi, yaitu orang yang melakukan Lobi.

Definisi Lobi dapat disusun sebagai suatu upaya pendekatan yang dilakukan oleh satu pihak yang memiliki kepentingan tertentu untuk memperoleh dukungan dari pihak lain yang dianggap memiliki pengaruh atau wewenang dalam upaya pencapaian tujuan yang ingin dicapai.


Ada 3 jenis lobi, yaitu sebagai berikut :
Lobi tradisional, yang menggunakan pelobi untuk mendekati pengambil keputusan.
Lobi akar rumput, yang menggunakan masyarakat untuk mempengaruhi pengambil keputusan.
Lobi Political Action Committee, yakni komite yang dibentuk perusahaan-perusahaan besar agar wakilnya dapat duduk di parlemen atau pemerintah