Minggu, Mei 17, 2009

KODE ETIK JURNALISTIK


wuah...
tugas numpuk lagi neiii...
tapi tetap semangadzh2...

aku mau ngebahas tentang kode etik jurnalistik.
untuk meliput suatu berita, wartawan harus selalu berpedoman pada kode etik seorang jurnalis.

WARTAWAN adalah sebuah profesi. Dengan kata lain, wartawan adalah seorang profesional, seperti halnya dokter, bidan, guru, atau pengacara. Sebuah pekerjaan bisa disebut sebagai profesi jika memiliki empat hal berikut, sebagaimana dikemukakan seorang sarjana India, Dr. Lakshamana Rao:

1. Harus terdapat kebebasan dalam pekerjaan tadi.

Wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU No. 40/1999 tentang Pers menyebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat 1 dan 2). Pihak yang mencoba menghalangi kemerdekaan pers dapat dipidana penjara maksimal dua tahun atau dena maksimal Rp 500 juta (Pasal 18 ayat 1). Meskipun demikian, kebebasan di sini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1).

Memang, sebagai tambahan, pada prakteknya, kebebasan pers sebagaimana dipelopori para penggagas Libertarian Press pada akhirnya lebih banyak dinikmati oleh pemilik modal atau owner media massa. Akibatnya, para jurnalis dan penulisnya harus tunduk pada kepentingan pemilik atau setidaknya pada visi, misi, dan rubrikasi media tersebut. Sebuah koran di Bandung bahkan sering “mengebiri” kreativitas wartawannya sendiri selain mem-black list sejumlah penulis yang tidak disukainya.

2. Harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan itu.

Jam kerja wartawan adalah 24 jam sehari karena peristiwa yang harus diliputnya sering tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja. Sebagai seorang profesional, wartawan harus terjun ke lapangan meliputnya. Itulah panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan sebagai wartawan. Bahkan, wartawan kadang-kadang harus bekerja dalam keadaan bahaya. Mereka ingin –dan harus begitu– menjadi orang pertama dalam mendapatkan berita dan mengenali para pemimpin dan orang-orang ternama.

3. Harus ada keahlian (expertise).

Wartawan memiliki keahlian tertentu, yakni keahlian mencari, meliput, dan menulis berita, termasuk keahlian dalam berbahasa tulisan dan Bahasa Jurnalistik.

4. Harus ada tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan. (Assegaf, 1987).

Wartawan memiliki keahlian tertentu, yakni keahlian mencari, meliput, dan menulis berita, termasuk keahlian dalam berbahasa tulisan dan Bahasa Jurnalistik.

Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pertama kali dikeluarkan dikeluarkan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). KEJ itu antara lain menetapkan :

1. Berita diperoleh dengan cara yang jujur.

2. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkan (check and recheck)

3. Sebisanya membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opinion).

4. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya. Dalam hal ini, seorang wartawan tidak boleh memberi tahu di mana ia mendapat beritanya jika orang yang memberikannya memintanya untuk merahasiakannya.

5. Tidak memberitakan keterangan yang diberikan secara off the record (for your eyes only).

6. Dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu suratkabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi.

Kode etik AJI (ALiansi Jurnalis Independen) :

  1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
  2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
  3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
  4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
  5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
  6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
  7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
  8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
  9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
  10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
  11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
  12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.
  13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
  14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. (Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.)
  15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
  16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
  17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
  18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.
nah.. itu semua pembahsan tentang kode etik jurnalistik..
semoga bermanfaat..
cu..!!


Senin, Mei 11, 2009

kepenatanQ

huffhhh....
kul lg..kul lg...
tugas lg...
tugas lg...
aku capeeeekkkkkkk...

ampe blog gag keurus...

ditambah lagi temen2 yang ada ajah bikin sebel..

heran dehhhh...


kenapa ia??
ada aja orang yang gag bisa berbaur dengan orang lain...

pengennya ma kelompoknya ajah...
gimana coba mau berbaur... satu yang perlu diketahui...
" Jangan Pernah Meremehkan Orang Lain "

mungkin ajah orang yang kalian remehkan itu bisa lebih baik daripada
kalian. semua orang punya kelebihan dan kekurangan.. kelebihan pada setiap orang itu berbeda-beda... jadi gag usah deh menyombongkan diri.. gag usah ngerasa paling benar... gag usah ngerasa paling hebat.. wong..diatas langit masih ada langit.. buat apa coba sombong... gag bikin bahagia.. cuma bikin takabur... Allahuallaam...

wuah...aku jadi curhat... cape ia kalo kita dipandang remeh sama orang lain... aku cuma ngerasa mereka gag berhak buat meremehkan orang lain... nobody's perfect...!! sepandai-pandainya orang kalo dia sombong... gag bakalan dihargai orang... pandai kalo punya temen dikit... upz....sepinyaaaaa.... pandai..sombong..

Kata Dosen aku KOmunikasi Antar Personal BApak Masmuh...
"Kalau Pinter jadilah selah-olah kamu bodoh, dan sebaliknya"

(lupa-lupa inget ne aku..klo salah ia maklum...)

:) :)

nah loooo...intinya saudara-saudari...

"Kita harus rendah hati...
sombong-sombong kelaut aje...!!!


ooiiiaaa... aku ngambil konsentrasi jurnalistik ne...
moga-moga cepet lulus...
Amien..

buat semua anak kelas IKOM A
semangadhzh selalu...
Cu----Bye`Bye....!!

Sabtu, April 18, 2009

MEDIA AUDIO VISUAL

Menurut Ashadi Siregar (Pakar Komunikasi), ada tiga fase budaya:
(1) fase budaya lisan,
(2) budaya tulis,
(3) budaya audio-visual.
 




Budaya lisan adalah tradisi berperilaku, berekspresi dan berkomunikasi yang berbasis bahasa lisan (tradisi bertutur). Ini kita temui dalam masyarakat tradisional yang cenderung mendokumentasi berbagai hasil-hasil kebudayaannya (kearifan lokal/local wisdom) dalam laci  ingatan dan bentuk ucapan/lisan.
 
 
Budaya tulis bisa dipahami sebagai tradisi beraktualisasi (berpikir, berekspresi dan mencipta karya) yang bertumpu  pada basis budaya tulisan (konsep). Dengan tulisan, orang merumuskan berbagai konsep tentang pengetahuan, sistem kepercayaan, temuan-temuan ilmiah, ekspresi seni, dan lainnya, sehingga semuanya bisa dilacak dan dipelajari kembali. Dengan cara itu, ada kesinambungan sejarah secara tekstual.
 
Sedangkan budaya audio-visual merupakan tradisi kehidupan yang berbasis pada sistem pencitraan (visualitas) dan sistem pendengaran (auditif). Media audio-visual, seperti televisi, adalah media yang aktif: ia datang kepada publik untuk mewartakan dan menyampaikan berbagai peristiwa dan ide estetik maupun ide sosial kepada publik penonton.


Budaya audio visual sebagai budaya yang terakhir dan terbaru memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perubahan perilaku masyarakat, terutama dalam aspek informasi dan persuasi. Media ini terdiri dari dua elemen yang mempunyai kekuatannya masing-masing yang akhirnya bersinergi menjadi kekuatan yang dasyat.



Media audio visual ini punya kelebihan yaitu bisa memberikan gambaran yang lebih nyata serta meningkatkan retensi memori karena lebih menarik dan mudah diingat. Bagaimanapun kehadiran media audio visual tidak bisa kita hindari mengingat kelebihan dan daya tariknya yang luar biasa




Pada tahun 1996 , sekitar 90 juta penduduk Indonesia sudah memiliki pesawat televisi.
Diperhitungkan sejak 1994 pertambahan pesawat televisi di Indonesia sekitar 650.000 buah setiap tahunnya dan bisa diperkirakan dalam tahun 2007 terdapat 96.500.000 pesawat televisi.
Jika setiap pesawat TV ditonton oleh dua orang, jumlah penonton televisi di Indonesia mencapai 193 juta orang atau 87% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara itu pesawat video, VCD/DVD juga sudah merambah kemana-mana. Stasiun televisi juga semakin menjamur, baik di tingkat nasional, di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten. Hal ini menjadi pertanda bahwa siaran TV atau bahasa audio visual menarik perhatian orang. Alasannya, bahasa audio visual mempunyai kekuatan khusus, yang mampu membangkitkan imajinasi dan menggerakkan hati.

Sebagai contoh kelebihan media audio visual yaitu :

"Tayangan Tsunami di Televisi Indonesia"


Tayangan bencana tsunami menimpa rakyat Aceh yang setiap hari kita disuguhi di layar kaca telah menggugat simpatik dan empatik kita dan ikut merasakan betapa pedihnya saudara-saudara kita yang tertimpa musibah.
 
Gelombang tsunami sangat dahsyat itu sempat diabadikan beberapa kamerawan amatir di mana maut tinggal sejengkal di depan mereka, dan melululantahkan benda dan makhluk apa saja yang ada di sekelilingnya.Kehadiran media massa yang menyuguhkan berita dan informasi bencana besar di Aceh khususnya medium televisi telah membawa pikiran, perasaan, dan hati nurani penonton berada di ruang-ruang keluarga yang seakan-akan hadir dan berada di tempat bencana. Gugahan emosi dan hati nurani publik digetarkan medium televisi lalu menghantarkan dan menjalarkan kesedihan mendalam seantero dunia (meminjam terminologi Victor Menayang).


Karena susah untuk dibayangkan, gelombang mahadahsyat ini yang merenggut nyawa puluhan ribu jiwa tidak akan berdampak signifikan seandainya berita dan informasi tidak dikemas dalam bentuk audio visual. Karena sifat media audio visual itu mampu ?menghipnotis? pikiran dan emosi penonton sehingga kita larut dalam suatu drama kesedihan dan kegembiraan.Kekuatan media (powerful media) dimiliki layar kaca berkaitan dengan bencana tsunami luar biasa dan telah menjadi bencana kemanusiaan maka beberapa stasiun televisi berupaya memproduk mata-mata acaranya baik dalam bentuk news maupun hiburan yang peduli dengan bencana tsunami.
 
Misalnya saja, selama hampir seminggu masing-masing stasiun televisi berlomba-lomba melaporkan kondisi terakhir di lokasi bencana, baik itu porak-porandanya infrastruktur disebabkan tsunami sampai pada masalah kondisi korban meninggal yang sudah mulai membusuk. Tidak kalah menariknya, adanya stasiun televisi berkali-kali menayangkan video amatir dalam berbagai peristiwa tentang ?drama? ketegangan dan kekejaman gelombang tsunami yang dialami warga. Tampilan audio visual televisi menyiarkan video amatir di mana warga yang sempat menyelamatkan diri diliputi rasa cemas, panik, gelisah, takut, menangis, perasaan was-was, dan khawatir bahkan dibenak mereka telah terjadi kiamat di Serambi Mekkah.

Kekuatan media begitu powerful dalam meliput peristiwa bencana luar biasa telah mengundang rasa kemanusiaan untuk membantu saudara-saudara kita yang ada di Aceh. Bahkan dari laporan media massa melaporkan bahwa bencana tsunami telah memunculkan, rasa simpatik dan empatik tidak saja dari masyarakat dalam negeri tetapi juga dari warga internasional. Terlepas dari beberapa kritik yang muncul bahwa tayangan televisi kita telah mengeksplotasi ketidakpantasan terhadap tayangan mayat-mayat bergelimpangan dan telah membusuk untuk dijadikan bahan pemberitaan.

Hanya saja, Victor Menayang mengungkap bahwa ukuran-ukuran kepantasan pemberitaan korban tsunami tidak bisa disamaratakan dengan ukuran budaya penayangan televisi dari luar. Karena, kepantasan berita sangat ditentukan faktor sejauhmana pekerja media memiliki ukuran nilai-nilai kemanusiaan dalam memberitakan suatu bencana. Yang jelas, tayangan televisi tentang berita dan informasi bencana tsunami dialami warga Aceh tidak hanya berdampak menembus batas ruang dan waktu tetapi juga telah menembus dan membangkitkan rasa solidaritas kemanusiaan tanpa sekat-sekat idelogi, kepercayaan, politik, bahkan pandangan hidup.
Hal tersebut dinampakkan dalam bentuk respon publik yang ada di Indonesia dan masyarakat internasional. Bahkan bencana kemanusiaan ini mungkin mampu menenggelamkan konflik antara gerakan separatis GAM dengan Pemerintahan Jakarta.

Kamis, Maret 26, 2009

tehnik pembuatan film

Film (cara pengucapan: [Filêm] atau Félêm) adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie (semula pelesetan untuk 'berpindah gambar').

Film, secara kolektif, sering disebut 'sinema'.

Gambar-hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis.
Film dihasilkan dengan
rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi.

Film merupakan salah satu aplikasi multimedia yang menonjolkan kreasi baru dalam mengungkapkan ide dan gagasan seseorang. Seiring perkembangan teknologi multimedia, manipulasi image dan pembuatan efek memungkinkan pembuatan film menjadi lebih bagus dan bervariasi.
  • Terdapat berbagai jenis film, antara lain, film dokumenter, video pendek, company profile, dan yang lainnya. Pada dasarnya, sistematika pembuatan semua jenis film hampir sama.
    Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :


A. Tahap Persiapan (Pre Produksi) :

Persiapan dapat terdiri dari skenario, skrip, storyboard, anggaran, perlengkapan, dan yang lainnya.

  • Skenario

Skenario merupakan bentuk tertulis dari keseluruhan film. Skenario adalah cerita dalam bentuk dasar rangkaian dan adegan-adegan yang tidak dirincikan.

  • Skrip

Skrip terdiri dari rincian naskah siap produksi yang berisi sudut pengambilan (angle) secara rinci dan spesifik serta bagian-bagian kegiatan.

  • Storyboard

Storyboard merupakan sketsa dari momentum kunci aktivitas, dapat disamakan dengan suatu Comic-Strip. Storyboard berisikan penjelasan gerak, suara, sudut pandang kemera berikut tuntunannya.

B. Tahap Pengumpulan Materi

Tahap pengumpulan materi terdiri dari pengambilan gambar video (shooting), audio, gambar diam, teks, dan animasi.


C. Tahap Perekaman (Production)

Tahap perekaman merupakan hasil transfer materi ke dalam aplikasi pengolah video atau yang dikenal dengan istilah capture. Proses transfer dari kamera ke komputer memerlukan konsentrasi untuk mendapatkan kualitas gambar yang maksimal. Proses ini bisa menggunakan alat penghubung yang dikoneksikan dari kamera ke komputer. Dalam PC, konektor bisa dihubungkan melalui USB, FireWire atau PCI.


D. Tahap Akhir (Post Production)

Tahap akhir ialah :

Tahap penggabungan adalah proses penyatuan materi untuk diedit sehingga menghasilkan film yang menarik.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengeditan, yaitu :

# Pemotongan Gambar

# Pemberian efek tulisan

#Transisi Gambar

#Pemberian efek suara

#Penggabungan (Rendering)

  • Tahap Keluaran

Tahap keluaran merupakan hasil akhir pengeditan film. Hasil akhir bisa ditentukan untuk ditampilkan ke dalam berbagai format media seperti :

*video

* film,

*VCD

*DVD

*de`el`el

nah, tu sebagian dari cara pembuatan film.

sekarang kita sama2 ngebahaz tentang tugas-tugas dari crew pembuatan film...

ayokzzzz..

come on...!!!!!

1. Agent (Agent Model) :

Seseorang yang dipekerjakan oleh satu atau lebih talent agency atau serikat pekerja untuk mewakili keanggotaan mereka dalam bernegosiasi kontrak individual yang termasuk gaji, kondisi kerja, dan keuntungan khusus yang tidak termasuk dalam standard guilds atau kontrak serikat kerja. Orang ini diharapkan oleh para aktor/aktris untuk mencarikan mereka pekerjaan dan membangun karir mereka.

2. Art Departement :

Bagian artistik. Bertanggung jawab terhadap perancang set film. Seringkali bertanggung jawab untuk keseluruhan desain priduksi. Tugasnya biasanya dilaksanakan dengan kerjasama yang erat dengan sutradara dan cameraman.

3. Asst Director :

Seorang asisten sutradara film yang memperhatikan administrasi, hal yang penting sehingga departemen produksi selalumengetahui perkembangan terbaru proses pengambilan film. Ia bertanggung jawab akan kehadiran aktor/aktris pada saat dan tempat yang tepat, dan juga untuk melaksanakan instruksi sutradara.

4. Art Director :

Pengarah artistik dari sebuah produksi.

5. Asisten Produser :

Seorang yang membantu produser dalam menjalankan tugasnya

6. Broadcaster :

Sebutan untuk seseorang yang bekerja dalam industri penyiaran.

7. Best Boy :

Asisten Gaffer atau asisten Key Grip.

8. Boom Man :

Seorang yang mengoperasikan mikrofon boom.

9. Booth Man :

Operator proyektor film. Orang yang bekerja dalam ruang proyeksi.

10. Camera Departement :

Bertanggung jawab untuk memperoleh dan merawat semua peralatan kamera yang dibutuhkan untuk memfilmkan sebuah motion picture. Juga bertanggung jawab untuk penanganan film, pengisian film, dan berhubungan dengan laboratorium pemrosesan.

11. Cameraman :

- First Cameraman sering disebut sebagai Penata Fotografi (Director of Photography) atau kepala kameramen, bertanggung jawab terhadap pergerakan dan penempatan kamera dan juga pencahayaan dalam suatu adegan. Kecuali dalam unit produksi yang kecil, Penata Fotografi tidak melakukan pengoperasian kamera selama syuting yang sesungguhnya.

- Second Cameraman sering disebut sebagai asisten kameramen atau operator kamera, bertindak sesuai instruksi dari kameramen utama dan melakukan penyesuaian pada kamera atau mengoperasikan kamera selama syuting.

- First Assistant Cameramen sering disebut Kepala Asisten untuk pada operator kamera. Seringkali bertanggung jawab untuk mengatur fokus kamera (untuk kamera film).

- Second Assistant Cameraman, menjadi asisten operator kamera.

12. Cinematographer (Sinematografer) :

Penata Fotografi. Orang yang melaksanakan aspek teknis dari pencahayaan dan fotografi adegan. Sinematografer yang kreatif juga akan membantu sutradara dalam memilih sudut, penyusunan, dan rasa dari pencahayaan dan kamera.

13. Costume Designer :

Orang yang merancang dan memastikan produksi kostum secara sementara maupun permanen untuk sebuah film.

14. Dialogue Coach or Dialogue Director :

Orang dalam set yang bertanggung jawab membantu para aktor/aktris dalam mempelajari kalimat mereka selama pembuatan film.

15. Director :

Orang yang mengontrol tindakan dan dialog di depan kamera dan bertanggung jawab untuk merealisasikan apa yang dimaksud oleh naskah dan produser.

16. Editor :

Sebutan bagi seseorang yang berprofesi sebagai ahli pemotongangambar video dan audio.

17. Editorial Departement :

Divisi dimana semua potongan film yang telah dihasilkan digabungkan sehingga membentuk urutan yang koheren, kadang dengan bantuan asisten sutradara atau produser.

18. Electric Departement :

Bertanggung jawab terhadap penjagaan dan penyediaan segala alat elektrik. (misalnya: lampu, kabel, dan lain sebagainya) untuk kebutuhan film.

19. Engineering :

Sebutan dalam pengerjaan dan pembagian kerja dalam masalahteknis penyiaran.

20. Film Loader :

Pengisi Film. Anggota tim kamera kadang adalah asisten kameramen yang mengisi film yang belum diekspose ke dalam magazine dan mengeluarkan film yang telah diekspos.

21. Floor Director :

Seseorang yang bertanggungjawab membantu mengkomunikasikankeinginan sutradara dari master control ke studio produksi.

22. Gaffer :

Pemimpin electrician yang bertanggung jawab di bawah Director of Photography mengenai pencahayaan set. berbagai bentuk dan ukuran

23. Green Departement :

Bertanggungjawab untuk menyediakan pepohonan, semak, bunga, rumput, dan benda-benda hidup lainnya baik yang asli maupun buatan.

24. Hairdresser :

Spesialis penata rambut untuk film. Seorang hairdresser mungkin bekerja dengan penata rambut laki-laki maupun perempuan.

25. Hairdresser Departement :

Bertanggungjawab atas kebutuhan rambut asli maupun wig untuk para aktor dan aktris.

26. Key Grip :

Orang yang memimpin para pekerja grip.

27. Make-Up Departement :

Bagian yang bertanggung jawab terhadap penampilan aktor/aktris agar sesuai dengan kebutuhan skenario pada saat syuting.

28. Music Departement :

Bertanggungjawab dalam pengaturan atau menyediakan musik yang akan digunakan dalam film.

29. Producer :

Sebutan ini untuk orang yang memproduksi sebuah film tetapi bukan dalam arti membiayai atau menanamkan investasi dalam sebuah produksi. Tugas seorang produser adalah memimpin seluruh tim produksi agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama, baik dalam aspek kreatif maupun manajemen produksi dengan anggaran yang telah disetujui oleh executive producer.

30. Production Departement :

Bagian yang menentukan batasan biaya dan menangani persiapan dan pelaksanaan atas segala keperluan dalam sebuah produksi.

31. Production Assistant :

Bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi dilapangan selama proses produksi.

32. Production Manager :

Orang yang bertanggung jawab atas detail produksi dari awal sampai produksi itu selesai.

33. Production Unit :

Terdiri dari sutradara, kru kamera, kru tata suara, bagian listrik dan semua orang yang diperlukan dalam suatu produksi.

34. Prop Man :

Bertugas untuk memastikan bahwa properti ada ditempat yang seharusnya pada saat dibutuhkan untuk suatu produksi.

35. Research Departement :

Bagian riset yang terdiri dari orang-orang yang menilai otentisitas artikel, benda, kostum.

36. Script Supervisor & Script Clerk :

Bertanggungjawab untuk mencatat seluruh adegan dan pengambilan gambar yang diproduksi. termasuk semua informasi yang diperlukan seperti durasi, arah gerakan, penagrahan mimik wajah, penempatan aktor/aktris dan properti, serta gerakan fisik yang harus disesuaikan aktor/aktris dalam semua cakupan yang berurutan untuk kemungkinan pengambilan gamabr ulang. Semua informasi ini dimasukkan dalam salinan naskah milik supervisi naskah dan digunakan oleh editor ketika tahap editing. Dalam salinan ini juga dimasukkan catatan dari sutradara untuk editor.

37. Still man & Photographer :

Bertanggungjawab atas publiitas dan pembuatan foto set serta lokasi. Dapat juga digunakan pada kesempatan tertentu.

38. Transportation Departement :

Bertanggungjawab terhadap semua kendaraan yang digunakan oleh kru dan pemain selama syuting berlangsung. Dalam hal ini termasuk antar dan jemput kru atau pemain.

39. VTR Man :

Orang yang mengoperasikan VTR (Video tape Recorder) selama proses pembuatan acara televisi.

40. Wardrobe Departement :

Bertanggungjawab atas pemilihan kostum yang akan dipergunakan untuk produksi.

wow...banyak juga iaa bozZ...