Rabu, Mei 20, 2009

PENGERTIAN DIPLOMASI

Diplomasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “diploun” yang berarti “melipat”. Menurut Nichoison, “Pada masa kekaisaran Romawi semua paspor, yang melewati jalan milik negara dan surat-surat jalan dicetak pada piringan logam dobel, dilipat, dan dijahit jadi satu dalam cara yang khas. Surat jalan logam ini disebut “diplomas”. Selanjutnya kata ini berkembang dan mencakup pula dokumen-dokumen resmi yang bukan logam, khususnya yang memberikan hak istimewa tertentu atau menyangkut perjanjian dengan suku bangsa asing di luar bangsa Romawi. Karena perjanjian-perjanjian ini semakin menumpuk, arsip kekaisaran menjadi beban dengan dokumen-dokumen kecil yang tak terhitung jumlahnya yang dilipat dan diberikan dalam cara khusus.

Oleh karena itu dirasa perlu untuk mempekerjakan seseorang yang terlatih untuk mengindeks, menguraikan, memeliharanya. Menurut Earnest Satow, Burke memakai kata “diplomasi” untuk menunjukkan keahlian atau keberhasilan dalam melakukan hubungan internasional dan perundingan di tahun 1796. Ia juga mengatakan “lembaga diplomatik” pada tahun yang sama. Contoh paling awal dari penggunaan kata “jasa diplomatik” yang menunjukkan cabang pelayanan Negara yang menyediakan personil-personil misi tetap di luar negeri dijumpai dalam Annual Register tahun 1737.


The Oxford English Dictionary memberi konotasi sebagai berikut, manajemen hubungan internasional melalui negosiasi; yang mana hubungan ini diselaraskan dan diatur oleh duta besar dan para wakil; bisnis atau seni para diplomat. Menurut The Hamber’s Twentieth Century Dictionary, diplomasi adalah seni berunding, khususnya tentang perjanjian diantara negara-negara; keahlian politik. Disini, yang pertama menekankan pada kegiatannya, sedangkan yang kedua meletakkan penekanan pada seni berundingnya.

Menurut Sir Earnest Satow, dalam bukunya Guide to Diplomatic Practice memberikan karakterisasi diplomasi yang bagus meskipun tidak jelas dan kurang akurat. Ia mengatakan diplomasi adalah “the application of intelligence and tact to conduct of official relation betweenthe government of independent states.” (penerapan kepandaian dan taktik pada pelaksanaan hubungna resmi antara pemerintah negara-negara berdaulat).


Harold Nicholson menganjurkan untuk menggunakan pengertian diplomasi dalam Kamus Inggris Oxford. Praktik diplomasi dapat dibentangkan sebagai “penyelenggaraan bisnis internasional para diplomat “ atau “seni yang diselenggarakan seorang diplomat”. Diplomasi dikatakan seni, karena ia adalah usaha untuk membuat orang lain menerima jalan pikiran kita.

Menurut KM Panikkar dalam bukunya The Principal and Practice of Diplomacy mengatakan diplomasi dalam hubungannya dengan politik internasional, adalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain. Menurut Svarlien telah mendefinisikan diplomasi sebagai seni dan ilmu perwakilan negara dan perundingan. Menurut Ivo D. Duchacek berpendapat diplomasi biasanya didefinisikan sebagai praktek pelaksanaan politik luar negeri suatu negara dengan cara negosiasi dengan negara lain.

Dari beberapa definisi tersebut, diplomasi ialah :
1. Unsur pokok diplomasi adalah negosiasi.
2. Negosiasi dilakukan untuk mengedepankan kepentingan negara.
3. Tindakan-tindakan diambil untuk menjaga dan memajukan kepentingan nasional sejauh mungkin bisa dilaksanakan dengan sarana damai.
4. Suatu teknik-teknik diplomasi yang sering dipakai untuk menyiapkan perang dan bukan untuk menghasilkan perdamaian.
5. Diplomasi dihubungkan erat dengan tujua politik luar negeri.
6. Diplomasi modern dihubungkan erat dengan system negara.
7. Diplomasi tak bisa dipisahkan dari perwakilan negara.


Jadi, diplomasi, yang sangat erat dihubungkan dengan hubungan antar negara adalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin dalam berhubungan dengan negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengijinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya.

IMPLEMENTASI LOBI

Lobi memiliki beberapa karakteristik yaitu bersifat informal dalam berbagai bentuk, pelakunya juga beragam, dapat melibatkan pihak ketiga sebagai perantara, tempat dan waktu fleksibel dengan pendekatan satu arah oleh pelobi. Ada beberapa cara untuk melakukan lobi baik yang legal maupun ilegal, secara terbuka maupun tertutup/rahasia, secara langsung ataupun tidak langsung.


Sebagai contoh: upaya penyuapan dapat dikategorikan sebagai lobi secara langsung, tertutup dan ilegal. Lobi semacam ini jelas melanggar hukum, namun karena bersifat tertutup/rahasia, agak sulit untuk membuktikannya (contoh: kasus-kasus lobi pemenangan tender dengan pendekatan gula-gula/wanita, seperti yang sering diberitakan diberbagai mass media).


Beberapa kasus pertentangan yang dimulai dari perbedaan kepentingan sampai pada pertentangan politik tingkat lokal, nasional dan internasional dapat diselesaikan melalui lobi atau negosiasi, baik secara kooperatif maupun kompetitif diantaranya adalah:

Kasus Pilkada Pada tahun 2000, sekitar bulan April di salah satu kabupaten di Pulau Sumatera melangsungkan pesta demokrasi, yaitu pemilihan Bupati/Wakil Bupati daerah setempat (belum pemilihan langsung).
Lobi-lobi dan negosiasi antara para calon dengan partai politik sebagai perahu tumpangan dan para anggota DPRD sebagai pemilik suara (one man and one vote) berlangsung dahsyat. Berbagai pendekatan dilakukan, mulai dari lobi-lobi ringan dengan memberikan bingkisan lebaran kepada para anggota Dewan, sampai dengan perundingan-perundingan yang berat, seperti: money politic yang bervariasi; one man two hundred; one man one car; pilih kuda atau kijang (di teror atau menerima hadiah mobil kijang).
Bentuk/model pendekatan manapun yang dipakai oleh para Tim Sukses dari masing-masing calon, semuanya kembali kepada kemampuan berkomunikasi yang komunikabilitas. Hanya saja teknik yang digunakan ada yang bersifat kooperatif dan ada pula yang kompetitif yaitu dengan menghalalkan segala cara, pokoknya menang (terpilih menjadi Bupati/Wakil Bupati). Pada akhirnya calon yang kurang efektif dalam lobi-melobi dan bernegosiasi akan tersingkir, walaupun oleh masyarakat calon yang menang bukanlah calon yang tepat dan tidak berbobot atau tidak pantas untuk memimpin daerah. Tetapi kalau sudah terpilih oleh anggota Dewan Yang Terhormat (sekarang pemilihan langsung) mau apa lagi, kalau yang terpilih berkualitas sampah, kepemimpinannya juga seperti sampah.

Kasus-kasus Pemberontakan Dalam Negeri Sepanjang sejarah telah beberapa kali terjadi pemberontakan yang bertujuan ingin melepaskan diri dari NKRI dan merdeka (mendirikan negara sendiri), seperti: RMS di Maluku; Permesta di Sulawesi Utara; PRRI di Sumatera Barat; GAM di Aceh, dan OPM di Papua. Selain itu ada pula pemberontakan yang bertujuan mengganti ideologi Pancasila (DI/TII dan G.30.S/PKI).
Namun mengapa perbedaan dan pertentangan yang melahirkan pemberontakan dapat terjadi, jawabannya boleh jadi karena kegagalan lobi dan negosiasi. Walaupun peristiwa pemberontakan tersebut berhasil ditumpas dengan senjata dalam arti penyelesaiannya menggunakan pendekatan menang-kalah (kompetitif).
Sebagai contoh, bahwa Gerakan Aceh Merdeka (GAM) setelah beberapa tahun dilakukan penumpasan dengan angkat senjata oleh TNI/Polri namun tidak tuntas, kemudian dilakukan lobi-lobi dan perundingan/negosiasi yang pada akhirnya menghasilkan persetujuan yang saling menguntungkan (menang-menang) melalui suatu pendekatan kooperatif.


Jadi, peran lobi sangat penting agar tidak terjadi konflik berkepanjangan.
Agar lobi berhasil, diperlukan pihak ketiga yang dapat dipercaya dan membantu untuk menyelesaikan konflik yang telah terjadi. Pihak ketiga ini akan masuk kesalah satu pihak dan mencoba melakukan pendekatan persuasif atau dengan cara kekeluargaan agar diperoleh informasi yang akurat mengenai masalah yang menjadi pertikaian. Pihak ketiga akan menawarkan solusi kreatif pada masing-masing pihak. Jika solusi kreatif diterima oleh satu pihak, maka pihak lain juga harus diberitahu agar dicapai kesesuaian solusi. Pihak ketiga bukan sebagai penengah, tetapi sebagai penghubung dari pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga bertugas untuk merumuskan permasalahan dan mencari solusi kreatif dalam rangka pemecahan masalah.

PENGERTIAN LOBI.....!!

Diluar negosiasi, ada aktivitas lain dari kedua belah pihak untuk saling mempengaruhi. Tujuan aktivitas ini adalah agar satu pihak terpengaruh dan mau menerima apa yang menjadi keinginan pihak lain. Aktivitas ini dikenal dengan istilah lobbying. Lobbying merupakan bagian dari proses negosiasi yang tidak terpisahkan. Karena, untuk mencapai hasil kesepakatan dalam negosiasi, me-lobby ini ternyata lebih efektif.

Secara umum, istilah lobi mempunyai dua pengertian, yaitu ruang tunggu di gedung atau umum, dan kelompok yang mencari muka untuk mempengaruhi anggota perlemen. Jadi, istilah lobbying secara umum ialah suatu kegiatan dari anggota parlemen untuk mempengaruhi pembuat undang-undang. Dengan kata lain, lobbying yang dilakukan adalah merupaka suatu langkah awal dalam proses menuju negosiasi.

Pengertian Lobi menurut kamus Webster, Lobby atau Lobbying berarti melakukan aktivitas yang bertujuan mempengaruhi pegawai umum dan khususnya anggota legislatif dalam pembuatan peraturan. Sedangkan Lobbyist ialah orang yang mencoba mempengaruhi pembuat undang-undang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melobi ialah melakukan pendekatan secara tidak resmi, sedangkan pelobian adalah bentuk partisipasi politik yang mencakup usaha individu atau kelompok untuk menghubungi para pejabat pemerintah atau pimpinan politik dengan tujuan mempengaruhi keputusan atau masalah yang dapat menguntungkan sejumlah orang. Dalam tulisan ini istilah lobby atau Lobbying di Indonesia-kan menjadi Lobi, sedangkan istilah lobbyist di Indonesia-kan menjadi Pelobi, yaitu orang yang melakukan Lobi.

Definisi Lobi dapat disusun sebagai suatu upaya pendekatan yang dilakukan oleh satu pihak yang memiliki kepentingan tertentu untuk memperoleh dukungan dari pihak lain yang dianggap memiliki pengaruh atau wewenang dalam upaya pencapaian tujuan yang ingin dicapai.


Ada 3 jenis lobi, yaitu sebagai berikut :
Lobi tradisional, yang menggunakan pelobi untuk mendekati pengambil keputusan.
Lobi akar rumput, yang menggunakan masyarakat untuk mempengaruhi pengambil keputusan.
Lobi Political Action Committee, yakni komite yang dibentuk perusahaan-perusahaan besar agar wakilnya dapat duduk di parlemen atau pemerintah

Selasa, Mei 19, 2009

CARA MENARIK PERHATIAN CALON PENYANDANG DANA FILM

Film itu selain menyiapkan tim inti untuk pembuatan film juga menyiapkan anggaran dana untuk memproduksi film tersebut. Langkah pertama yang harus disiapkan adalah menyiapkan proposal. proposal inilah yang akan dibacaileh pemilik dana. Jika proposal kita jebol, hati boleh senang. Isi dompet tebel rek, dan kita kini bisa bikin film.
Seperti apa seh, proposal yang sanggup mengundang penyandang dana?

Untuk menjadikan proposal yang baik, kita harus memuat jawaban dari 7 pertanyaan berikut?
1. Mengapa film ini di produksi?
Pada bagian ini, kita jelaskan tujuan produksi film apakah u/ mengangkat sejarah atau budaya suatu daerah or memberi alternatif hiburan kepada masyarakat?
Dan cantumkan segmen khalayak, siapa saja yang akan menonton film yang kita produksi tersebut.

2. Akan seperti apa film ini nantinya?
Lampirkan referensi visual seperti apa film kita nanti. Apabila memungkinkan sertakan pula foto sejumlah pemeran menggunakan tata rias dan tata busana pada adegan dalam film kita. Oieee....!!

3. Bagaimana cara memproduksinya?
Sedangkan dalam bagian ini yang perlu dijelaskan adalah tentang shooting format ( format film), lokasi-lokasi shooting, alat2 khusus shooting yang dipakai u/ menunjang aspek tekhnis dan artistik dari film yang kita buat cuy...!! Dan bila ada, sertakan juga contoh storyboard ( gambaran per adegan, seperti komik gitu laaaaah....). Cantumkan juga tuu waktu yang dibutuhkan oleh tim kita untuk pra produksi, produksi, sampai pasca produksi. Serta, bila ada institusi yang terlibat, cantumkan juga iaaa...

4. Siapa saja yang terlibat?
Untuk menyakinkan, calon penyandang dana sebutkan beberapa kru dan pemeran untuk memberikan gambaran tentang kapabilitas orang-orang yang ada di tim kita, seperti sutradara, penata kamera, desainer produksi, penataan artistik, penata musik dan editor, dan produser. Sebut pula pemeran utama dan pemeran pendukung yang punya nilai jual untuk film kita. Jangan lupa sebelum itu berkomunikasi dengan tim kita agar semua data yang tercantum di proposal tepat adanya.

5. Bagaimana sistem promosi dan distribusinya?
Sebutkan apa-apa saja yang akan kita lakukan untuk mempromosikan film kita dalam rangka menjangkau calon penonton kita. Cantumkan siapa distributor film kita dalam negeri apabila ada sebutkan distributor internasional yang jadi rekan kerja kita.

6. Berapa besar biayanya?
Berdasarkan detail yang sudah kita paparkan, lampirkan perincian biaya yang kita butuhkan untuk menyelesaikan film kita.

7. Bagaimana perhitungan rugi/labanya?
Untuk menyakinkan calon penyandang dana,sertakan peruntungan laba bersih dan waktu yang dibutuhkan untuk bisa mencapai target. Agar lebih menyakinkan cantumkan apa saja yang kit lakukan untuk dapat meraih keuntungan dari produksi film tersebut.




Jangan berkecil hati or sedih bila kita gag bisa menyakinkan sponsor.
Film yang sukses seperti "Petualangan Sherina" (Miles Production, 2000) pun tidak selalu mendapat sponsor produk. Bila kita membaca tulisan di akhir film (end title), tercatat produk yang mendukung film ini tidak sebanyak produk yang mendukung sinetron. Bukan berarti film ini tidak layak di dukung. Iklim pembiayaan di Indonesia memang belum berpihak ke produsi film. Bila produksi film disiapkan dengan baik dan konsisten pasti ada sponsor dalam bentuk apapun.



Di industri Film Hollywood, terdapat instrumen keuangan yang dikenal dengan nama Completion Bond, yaitu semacam jaminan dari pihak bank yang menyatakan bahwa produksi film akan diselesaikan tepat waktu dan anggaran. Dokumen Completion Bond ini digunakan untuk menyakinkan pihak investor atau mitra kerja lainnya untuk membantu produksi film tersebut. Dan ternyata mekanisme semacam ini tidak dikenal di Indonesia. Kug bisa getoooo????


Sedangkan di Indonesia itu iaa,, mekanisme pendanaan film baisanya di mulai dari satu or sejumlah orang yang menjadi inisiator produksi film tersebut. Para inisiator tersebut kemudian menyusun proposal untuk meminta dukungan dana pada satu tau sejumlah orang yang berfungsi sebagai penyandang dana or ke institusi seperti ke lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional. Hubbert Balls Fond, LSM berbasis di Rotterdam, ikut membantu sebagian biaya produksi film Kuldesak (Day 4 Night, film 1998) dan Pasir Berbisik (Salto Production, 2001).


Setelah dokumen kita tuu lengkap bicaralah dan bertanyalah pada sebanyak mungkin sumber. Selalu terbuka kemungkinan produksi film dengan bantuan orang, kelompok orang, atau institusi lain. Kemungkinan itu bertambah besar bila kita mempersiapkan film kita dengan baik.
oieee...



so,,, kita harus benar2 mempersiapkan proposal yang dapat menarik calon penyandang dana...
biar film kita punya sponsor yang buanyaakkkkkk kaliiiiiiii....
Kalo gag diterima juga IDL (ituuuuuuu deritaaaaaaaaaaaaaaa looooooo....)
Hehehe...
:)v

Minggu, Mei 17, 2009

KODE ETIK JURNALISTIK


wuah...
tugas numpuk lagi neiii...
tapi tetap semangadzh2...

aku mau ngebahas tentang kode etik jurnalistik.
untuk meliput suatu berita, wartawan harus selalu berpedoman pada kode etik seorang jurnalis.

WARTAWAN adalah sebuah profesi. Dengan kata lain, wartawan adalah seorang profesional, seperti halnya dokter, bidan, guru, atau pengacara. Sebuah pekerjaan bisa disebut sebagai profesi jika memiliki empat hal berikut, sebagaimana dikemukakan seorang sarjana India, Dr. Lakshamana Rao:

1. Harus terdapat kebebasan dalam pekerjaan tadi.

Wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU No. 40/1999 tentang Pers menyebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat 1 dan 2). Pihak yang mencoba menghalangi kemerdekaan pers dapat dipidana penjara maksimal dua tahun atau dena maksimal Rp 500 juta (Pasal 18 ayat 1). Meskipun demikian, kebebasan di sini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1).

Memang, sebagai tambahan, pada prakteknya, kebebasan pers sebagaimana dipelopori para penggagas Libertarian Press pada akhirnya lebih banyak dinikmati oleh pemilik modal atau owner media massa. Akibatnya, para jurnalis dan penulisnya harus tunduk pada kepentingan pemilik atau setidaknya pada visi, misi, dan rubrikasi media tersebut. Sebuah koran di Bandung bahkan sering “mengebiri” kreativitas wartawannya sendiri selain mem-black list sejumlah penulis yang tidak disukainya.

2. Harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan itu.

Jam kerja wartawan adalah 24 jam sehari karena peristiwa yang harus diliputnya sering tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja. Sebagai seorang profesional, wartawan harus terjun ke lapangan meliputnya. Itulah panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan sebagai wartawan. Bahkan, wartawan kadang-kadang harus bekerja dalam keadaan bahaya. Mereka ingin –dan harus begitu– menjadi orang pertama dalam mendapatkan berita dan mengenali para pemimpin dan orang-orang ternama.

3. Harus ada keahlian (expertise).

Wartawan memiliki keahlian tertentu, yakni keahlian mencari, meliput, dan menulis berita, termasuk keahlian dalam berbahasa tulisan dan Bahasa Jurnalistik.

4. Harus ada tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan. (Assegaf, 1987).

Wartawan memiliki keahlian tertentu, yakni keahlian mencari, meliput, dan menulis berita, termasuk keahlian dalam berbahasa tulisan dan Bahasa Jurnalistik.

Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pertama kali dikeluarkan dikeluarkan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). KEJ itu antara lain menetapkan :

1. Berita diperoleh dengan cara yang jujur.

2. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkan (check and recheck)

3. Sebisanya membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opinion).

4. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya. Dalam hal ini, seorang wartawan tidak boleh memberi tahu di mana ia mendapat beritanya jika orang yang memberikannya memintanya untuk merahasiakannya.

5. Tidak memberitakan keterangan yang diberikan secara off the record (for your eyes only).

6. Dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu suratkabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi.

Kode etik AJI (ALiansi Jurnalis Independen) :

  1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
  2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
  3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
  4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
  5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
  6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
  7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
  8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
  9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
  10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
  11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
  12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.
  13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
  14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. (Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.)
  15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
  16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
  17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
  18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.
nah.. itu semua pembahsan tentang kode etik jurnalistik..
semoga bermanfaat..
cu..!!


Senin, Mei 11, 2009

kepenatanQ

huffhhh....
kul lg..kul lg...
tugas lg...
tugas lg...
aku capeeeekkkkkkk...

ampe blog gag keurus...

ditambah lagi temen2 yang ada ajah bikin sebel..

heran dehhhh...


kenapa ia??
ada aja orang yang gag bisa berbaur dengan orang lain...

pengennya ma kelompoknya ajah...
gimana coba mau berbaur... satu yang perlu diketahui...
" Jangan Pernah Meremehkan Orang Lain "

mungkin ajah orang yang kalian remehkan itu bisa lebih baik daripada
kalian. semua orang punya kelebihan dan kekurangan.. kelebihan pada setiap orang itu berbeda-beda... jadi gag usah deh menyombongkan diri.. gag usah ngerasa paling benar... gag usah ngerasa paling hebat.. wong..diatas langit masih ada langit.. buat apa coba sombong... gag bikin bahagia.. cuma bikin takabur... Allahuallaam...

wuah...aku jadi curhat... cape ia kalo kita dipandang remeh sama orang lain... aku cuma ngerasa mereka gag berhak buat meremehkan orang lain... nobody's perfect...!! sepandai-pandainya orang kalo dia sombong... gag bakalan dihargai orang... pandai kalo punya temen dikit... upz....sepinyaaaaa.... pandai..sombong..

Kata Dosen aku KOmunikasi Antar Personal BApak Masmuh...
"Kalau Pinter jadilah selah-olah kamu bodoh, dan sebaliknya"

(lupa-lupa inget ne aku..klo salah ia maklum...)

:) :)

nah loooo...intinya saudara-saudari...

"Kita harus rendah hati...
sombong-sombong kelaut aje...!!!


ooiiiaaa... aku ngambil konsentrasi jurnalistik ne...
moga-moga cepet lulus...
Amien..

buat semua anak kelas IKOM A
semangadhzh selalu...
Cu----Bye`Bye....!!

Sabtu, April 18, 2009

MEDIA AUDIO VISUAL

Menurut Ashadi Siregar (Pakar Komunikasi), ada tiga fase budaya:
(1) fase budaya lisan,
(2) budaya tulis,
(3) budaya audio-visual.
 




Budaya lisan adalah tradisi berperilaku, berekspresi dan berkomunikasi yang berbasis bahasa lisan (tradisi bertutur). Ini kita temui dalam masyarakat tradisional yang cenderung mendokumentasi berbagai hasil-hasil kebudayaannya (kearifan lokal/local wisdom) dalam laci  ingatan dan bentuk ucapan/lisan.
 
 
Budaya tulis bisa dipahami sebagai tradisi beraktualisasi (berpikir, berekspresi dan mencipta karya) yang bertumpu  pada basis budaya tulisan (konsep). Dengan tulisan, orang merumuskan berbagai konsep tentang pengetahuan, sistem kepercayaan, temuan-temuan ilmiah, ekspresi seni, dan lainnya, sehingga semuanya bisa dilacak dan dipelajari kembali. Dengan cara itu, ada kesinambungan sejarah secara tekstual.
 
Sedangkan budaya audio-visual merupakan tradisi kehidupan yang berbasis pada sistem pencitraan (visualitas) dan sistem pendengaran (auditif). Media audio-visual, seperti televisi, adalah media yang aktif: ia datang kepada publik untuk mewartakan dan menyampaikan berbagai peristiwa dan ide estetik maupun ide sosial kepada publik penonton.


Budaya audio visual sebagai budaya yang terakhir dan terbaru memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perubahan perilaku masyarakat, terutama dalam aspek informasi dan persuasi. Media ini terdiri dari dua elemen yang mempunyai kekuatannya masing-masing yang akhirnya bersinergi menjadi kekuatan yang dasyat.



Media audio visual ini punya kelebihan yaitu bisa memberikan gambaran yang lebih nyata serta meningkatkan retensi memori karena lebih menarik dan mudah diingat. Bagaimanapun kehadiran media audio visual tidak bisa kita hindari mengingat kelebihan dan daya tariknya yang luar biasa




Pada tahun 1996 , sekitar 90 juta penduduk Indonesia sudah memiliki pesawat televisi.
Diperhitungkan sejak 1994 pertambahan pesawat televisi di Indonesia sekitar 650.000 buah setiap tahunnya dan bisa diperkirakan dalam tahun 2007 terdapat 96.500.000 pesawat televisi.
Jika setiap pesawat TV ditonton oleh dua orang, jumlah penonton televisi di Indonesia mencapai 193 juta orang atau 87% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara itu pesawat video, VCD/DVD juga sudah merambah kemana-mana. Stasiun televisi juga semakin menjamur, baik di tingkat nasional, di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten. Hal ini menjadi pertanda bahwa siaran TV atau bahasa audio visual menarik perhatian orang. Alasannya, bahasa audio visual mempunyai kekuatan khusus, yang mampu membangkitkan imajinasi dan menggerakkan hati.

Sebagai contoh kelebihan media audio visual yaitu :

"Tayangan Tsunami di Televisi Indonesia"


Tayangan bencana tsunami menimpa rakyat Aceh yang setiap hari kita disuguhi di layar kaca telah menggugat simpatik dan empatik kita dan ikut merasakan betapa pedihnya saudara-saudara kita yang tertimpa musibah.
 
Gelombang tsunami sangat dahsyat itu sempat diabadikan beberapa kamerawan amatir di mana maut tinggal sejengkal di depan mereka, dan melululantahkan benda dan makhluk apa saja yang ada di sekelilingnya.Kehadiran media massa yang menyuguhkan berita dan informasi bencana besar di Aceh khususnya medium televisi telah membawa pikiran, perasaan, dan hati nurani penonton berada di ruang-ruang keluarga yang seakan-akan hadir dan berada di tempat bencana. Gugahan emosi dan hati nurani publik digetarkan medium televisi lalu menghantarkan dan menjalarkan kesedihan mendalam seantero dunia (meminjam terminologi Victor Menayang).


Karena susah untuk dibayangkan, gelombang mahadahsyat ini yang merenggut nyawa puluhan ribu jiwa tidak akan berdampak signifikan seandainya berita dan informasi tidak dikemas dalam bentuk audio visual. Karena sifat media audio visual itu mampu ?menghipnotis? pikiran dan emosi penonton sehingga kita larut dalam suatu drama kesedihan dan kegembiraan.Kekuatan media (powerful media) dimiliki layar kaca berkaitan dengan bencana tsunami luar biasa dan telah menjadi bencana kemanusiaan maka beberapa stasiun televisi berupaya memproduk mata-mata acaranya baik dalam bentuk news maupun hiburan yang peduli dengan bencana tsunami.
 
Misalnya saja, selama hampir seminggu masing-masing stasiun televisi berlomba-lomba melaporkan kondisi terakhir di lokasi bencana, baik itu porak-porandanya infrastruktur disebabkan tsunami sampai pada masalah kondisi korban meninggal yang sudah mulai membusuk. Tidak kalah menariknya, adanya stasiun televisi berkali-kali menayangkan video amatir dalam berbagai peristiwa tentang ?drama? ketegangan dan kekejaman gelombang tsunami yang dialami warga. Tampilan audio visual televisi menyiarkan video amatir di mana warga yang sempat menyelamatkan diri diliputi rasa cemas, panik, gelisah, takut, menangis, perasaan was-was, dan khawatir bahkan dibenak mereka telah terjadi kiamat di Serambi Mekkah.

Kekuatan media begitu powerful dalam meliput peristiwa bencana luar biasa telah mengundang rasa kemanusiaan untuk membantu saudara-saudara kita yang ada di Aceh. Bahkan dari laporan media massa melaporkan bahwa bencana tsunami telah memunculkan, rasa simpatik dan empatik tidak saja dari masyarakat dalam negeri tetapi juga dari warga internasional. Terlepas dari beberapa kritik yang muncul bahwa tayangan televisi kita telah mengeksplotasi ketidakpantasan terhadap tayangan mayat-mayat bergelimpangan dan telah membusuk untuk dijadikan bahan pemberitaan.

Hanya saja, Victor Menayang mengungkap bahwa ukuran-ukuran kepantasan pemberitaan korban tsunami tidak bisa disamaratakan dengan ukuran budaya penayangan televisi dari luar. Karena, kepantasan berita sangat ditentukan faktor sejauhmana pekerja media memiliki ukuran nilai-nilai kemanusiaan dalam memberitakan suatu bencana. Yang jelas, tayangan televisi tentang berita dan informasi bencana tsunami dialami warga Aceh tidak hanya berdampak menembus batas ruang dan waktu tetapi juga telah menembus dan membangkitkan rasa solidaritas kemanusiaan tanpa sekat-sekat idelogi, kepercayaan, politik, bahkan pandangan hidup.
Hal tersebut dinampakkan dalam bentuk respon publik yang ada di Indonesia dan masyarakat internasional. Bahkan bencana kemanusiaan ini mungkin mampu menenggelamkan konflik antara gerakan separatis GAM dengan Pemerintahan Jakarta.